Jumat, 27 Januari 2012

BUDAYA POLITIK


A. Budaya politik

1.      Pengertian Budaya Politik

Budaya politik merupakan pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan benegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, adat istiadat, dan norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya. Budaya politik juga dapat di artikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya.
Almond dan Verba mendefinisikan budaya politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu. Dengan kata lain, bagaimana distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu. Lebih jauh mereka menyatakan, bahwa warga negara senantiasa mengidentifikasikan diri mereka dengan simbol-simbol dan lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki. Dengan orientasi itu pula mereka menilai serta mempertanyakan tempat dan peranan mereka di dalam sistem politik.
Berikut ini adalah beberapa pengertian budaya politik yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk lebih memahami secara teoritis sebagai berikut :
a.   Budaya politik adalah aspek politik dari nilai-nilai yang terdiri atas pengetahuan, adat istiadat, tahayul, dan mitos. Kesemuanya dikenal dan diakui oleh sebagian besar masyarakat. Budaya politik tersebut memberikan rasional untuk menolak atau menerima nilai-nilai dan norma lain.
b.   Budaya politik dapat dilihat dari aspek doktrin dan aspek generiknya. Yang pertama menekankan pada isi atau materi, seperti sosialisme, demokrasi, atau nasionalisme. Yang kedua (aspek generik) menganalisis bentuk, peranan, dan ciri-ciri budaya politik, seperti militan, utopis, terbuka, atau tertutup.
c.   Hakikat dan ciri budaya politik yang menyangkut masalah nilai-nilai adalah prinsip dasar yang melandasi suatu pandangan hidup yang berhubungan dengan masalah tujuan.
d. Bentuk budaya politik menyangkut sikap dan norma, yaitu sikap terbuka dan tertutup, tingkat militansi seseorang terhadap orang lain dalam pergaulan masyarakat. Pola kepemimpinan (konformitas atau mendorong inisiatif kebebasan), sikap terhadap mobilitas (mempertahankan status quo atau men­dorong mobilitas), prioritas kebijakan (menekankan ekonomi atau politik).
Dengan pengertian budaya politik di atas, nampaknya membawa kita pada suatu pemahaman konsep yang memadukan dua tingkat orientasi politik, yaitu sistem dan individu. Dengan orientasi yang bersifat individual ini, tidaklah berarti bahwa dalam memandang sistem politiknya kita menganggap masyarakat akan cenderung bergerak ke arah individualisme. Jauh dari anggapan yang demikian, pandangan ini melihat aspek individu dalam orientasi politik hanya sebagai pengakuan akan adanya fenomena dalam masyarakat secara keseluruhan tidak dapat melepaskan diri dari orientasi individual




2.      Tipe-Tipe Budaya Politik
  • Budaya politik parokial yaitu budaya politik yang tingkat partisipasi politiknya sangat rendah. Budaya politik suatu masyarakat dapat di katakan Parokial apabila frekuensi orientasi mereka terhadap empat dimensi penentu budaya politik mendekati nol atau tidak memiliki perhatian sama sekali terhadap keempat dimensi tersebut. Tipe budaya politik ini umumnya terdapat pada masyarakat suku Afrika atau masyarakat pedalaman di Indonesia. dalam masyarakat ini tidak ada peran politik yang bersifat khusus. Kepala suku, kepala kampung, kyai, atau dukun,yang biasanya merangkum semua peran yang ada, baik peran yang bersifat politis, ekonomis atau religius.
  • Budaya politik kaula (subjek),yaitu budaya politik yang masyarakat yang bersangkutan sudah relatif maju baik sosial maupun ekonominya tetapi masih bersifat pasif. Budaya politik suatu masyarakat dapat dikatakan subyek jika terdapat frekwensi orientasi yang tinggi terhadap pengetahuan sistem politik secara umum dan objek output atau terdapat pemahaman mengenai penguatan kebijakan yang di buat oleh pemerintah. Namun frekwensi orientasi mengenai struktur dan peranan dalam pembuatan kebijakan yang dilakukan pemerintah tidak terlalu diperhatikan. Para subyek menyadari akan otoritas pemerintah dan secara efektif mereka di arahkan pada otoritas tersebut. Sikap masyarakat terhadap sistem politik yang ada ditunjukkan melalui rasa bangga atau malah rasa tidak suka. Intinya, dalam kebudayaan politik subyek, sudah ada pengetahuan yang memadai tentang sistem politik secara umum serta proses penguatan kebijakan yang di buat oleh pemerintah.
  • Budaya politik partisipan,yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik yang sangat tinggi. Masyarakat mampu memberikan opininya dan aktif dalam kegiatan politik. Dan juga merupakan suatu bentuk budaya politik yang anggota masyarakatnya sudah memiliki pemahaman yang baik mengenai empat dimensi penentu budaya politik. Mereka memiliki pengetahuan yang memadai mengenai sistem politik secara umum, tentang peran pemerintah dalam membuat kebijakan beserta penguatan, dan berpartisipasi aktif dalam proses politik yang berlangsung. Masyarakat cenderung di arahkan pada peran pribadi yang aktif dalam semua dimensi di atas, meskipun perasaan dan evaluasi mereka terhadap peran tersebut bisa saja bersifat menerima atau menolak.
Budaya politik yang berkembang di indonesia == Gambaran sementara tentang budaya politik Indonesia, yang tentunya harus di telaah dan di buktikan lebih lanjut, adalah pengamatan tentang variabel sebagai berikut :
  • Konfigurasi subkultur di Indonesia masih aneka ragam, walaupun tidak sekompleks yang dihadapi oleh India misalnya, yang menghadapi masalah perbedaan bahasa, agama, kelas, kasta yang semuanya relatif masih rawan/rentan.
  • Budaya politik Indonesia yang bersifat Parokial-kaula di satu pihak dan budaya politik partisipan di lain pihak, di satu segi masa masih ketinggalan dalam mempergunakan hak dan dalam memikul tanggung jawab politiknya yang mungkin di sebabkan oleh isolasi dari kebudayaan luar, pengaruh penjajahan, feodalisme, bapakisme, dan ikatan primordial.
  • Sikap ikatan primordial yang masih kuat berakar, yang di kenal melalui indikatornya berupa sentimen kedaerahan, kesukaan, keagamaan, perbedaan pendekatan terhadap keagamaan tertentu; purutanisme dan non puritanisme dan lain-lain.
  • kecendrungan budaya politik Indonesia yang masih mengukuhi sikap paternalisme dan sifat patrimonial; sebagai indikatornya dapat di sebutkan antara lain bapakisme, sikap asal bapak senang.
  • Dilema interaksi tentang introduksi modernisasi (dengan segala konsekuensinya) dengan pola-pola yang telah lama berakar sebagai tradisi dalam masyarakat.



·         Hirarki yang Tegar/Ketat
Masyarakat Jawa, dan sebagian besar masyarakat lain di Indonesia, pada dasarnya bersifat hirarkis. Stratifikasi sosial yang hirarkis ini tampak dari adanya pemilahan tegas antara penguasa (wong gedhe) dengan rakyat kebanyakan (wong cilik). Masing-masing terpisah melalui tatanan hirarkis yang sangat ketat. Alam pikiran dan tatacara sopan santun diekspresikan sedemikian rupa sesuai dengan asal-usul kelas masing-masing. Penguasa dapat menggunakan bahasa 'kasar' kepada rakyat kebanyakan. Sebaliknya, rakyat harus mengekspresikan diri kepada penguasa dalam bahasa 'halus'. Dalam kehidupan politik, pengaruh stratifikasi sosial semacam itu antara lain tercemin pada cara penguasa memandang diri dan rakyatnya.
·         Kecendrungan Patronage
Pola hubungan Patronage merupakan salah satu budaya politik yang menonjol di Indonesia.Pola hubungan ini bersifat individual. Dalam kehidupan politik, tumbuhnya budaya politik semacam ini tampak misalnya di kalangan pelaku politik. Mereka lebih memilih mencari dukungan dari atas daripada menggali dukungn dari basisnya.
·         Kecendrungan Neo-patrimoniaalistik
Salah satu kecendrungan dalam kehidupan politik di Indonesia adalah adanya kecendrungan munculnya budaya politik yang bersifat neo-patrimonisalistik; artinya meskipun memiliki atribut yang bersifat modern dan rasionalistik zeperti birokrasi, perilaku negara masih memperlihatkan tradisi dan budaya politik yang berkarakter patrimonial.
·         Ciri-ciri birokrasi modern:
ü  Adanya suatu struktur hirarkis yang melibatkan pendelegasian wewenang dari atas ke bawah dalam organisasi
ü  Adanya posisi-posisi atau jabatan-jabatan yang masing-masing mempunyai tugas dan tanggung jawab yang tegas
ü  Adanya aturan-aturan, regulasi-regulasi, dan standar-standar formalyang mengatur bekerjanya organisasi dan tingkah laku anggotanya
ü  Adanya personil yang secara teknis memenuhi syarat, yang dipekerjakan atas dasar karier, dengan promosi yang didasarkan pada kualifikasi dan penampilan









4.      Model-Model Sistem Politik
·         System  politik otokrasi tradisional
·         System  politik totaliter
·         System  politik demokrasi
Perbedaan Sistem Politik berdasarkan Kriteria yang membedakan ketiga sistem politik tersebut dari lima hal:
§  Faktor Kebaikan Bersama
a.       Sistem Politik Otokrasi Tradisional
ü  Mengutamakan stratifikasi ekonomi, kurang menekankan pada persamaan
ü  Kebebasan politik individu dibatasi, menekankan perilaku yang menuruti kehendak penguasa
b. Sistem Politik Demokrasi
ü  Persamaan kesempatan politik setiap individu dijamin oleh hukum
ü  Menekankan persamaan kesempatan ekonomi yang dila-kukan oleh setiap individu
c. Sistem Politik Totaliter
ü  Prinsip sama rasa dalam bidang ekonomi
ü  Sekuralisme radikal, agama digantikan ideologi yang doktriner dan eskataologis
ü  Kebebasan politik individu dan hak-hak sipil untuk mengkiritk penguasa tidak dijamin
§   Faktor Identitas Bersama
 a. Sistem Politik Otokrasi Tradisional
ü  Ikatan primordial terwujud dalam diri seorang pemimpin yang dominan (otokrat), seperti sultan, raja atau kaisar
 b. Sistem Politik Totaliter
ü  Faktor sakral yang berupa ideologi yang mempersatukan masyarakat
ü  Penanaman idelogi oleh penguasa dengan jalan inoktrinasi
 c. Sistem Politik Demokrasi
ü  Faktor permersatu masyarakat berupa beratu dalam perbe-daan Bhineka Tunggal Ika, Unity in Diversity
§   Faktor Hubungan Kekuasaan
      a. Sistem Politik Otokrasi Tradisional
ü  Kekuasaan bersifat pribadi, negatif dan sebagian kecil yang konsensus
ü  Masyarakat mengalami kesukaran untuk melakukan pengawasan terhadap penguasa
ü  Otokrat memerintah berdasarkan tradisi dan paksaan
 b. Sistem Politik Demokrasi
ü  Adanya persaingan dan saling kontrol antar kelompok sosial, antara lembaga pemerintah, serta antara kelompok sosial
 c. Sistem Politik Totaliter
ü  Kekuasaan dimonopoli dan dilaksanakan secara sentral dengan partai tunggal
ü  Kekuasaan paksaan dilaksanakan oleh militer dan polisi rahasia
§  Faktor Legimitas Kewenangan
 a. Sistem Politik Otokrasi Tradisional
ü  Kewenangan bersumber dan berdasarkan pada tradisi
ü  Kepemimpinan karena keturunan
b. Sistem Politik Totaliter
ü  Kewenangan pemimpin didasarkan pada perannya sebagai ideologi, penafsir dan pelaksana ideologi
c. Sistem Politik Demokrasi
ü  Kewenangan didasarkan pada prinsip rule of law yang diatur dalam konstitusi
§  Faktor Hubungan Ekonomi Dan Politik
 a. Sistem Politik Otokrasi Tradisional
ü  Tanah dikusai oleh tuan tanah yang merupakan kaki tangan otokrat
ü  Tidak ada perubahan politik di pedesaan, karena akses politik dikusai oleh tuan tanah

 b. Sistem Politik Demokrasi
ü  Peran masyarakat dan pemerintah dalam bidang ekonomi dilaksanakan secara seimbang
 c. Sistem Politik Totaliter
ü  Partai tunggal mengendalikan kegiatan ekonomi
ü  Kegiatan ekonomi yang diprakarsai individu atau swasta dilarang
ü  Distribusi kebutuhan pokok relatif merata
ü  Dalam perkembangannya produksi barang dan jasa menu-run, karena motivasi pekerja rendah dan aparat partai berubah menjadi kelas pengu-asa yang konservatif




5.      Perkembangan Kepartaian Di Indonesia  Diberdayakan oleh

Secara teoritis, partai politik dapat dikatakan merupakan Representation Of Ideas atau mencerminkan suatu preskripsi tentang negara dan masyarakat yang dicita-citakan dan karena itu hendak diperjuangkan Ideologi, platform partai atau visi dan misi seperti inilah yang menjadi motivasi dan penggerak utama kegiatan partai politik. Partai politik juga merupakan pengorganisasian warga negara yang menjadi anggotanya untuk bersama-sama memperjuangkan dan mewujudkan negara dan masyarakat yang dicita-citakan tersebut. Karena itu, partai politik merupakan media atau sarana partisipasi warga negara dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik dan dalam penentuan siapa yang menjadi penyelenggara negara pada berbagai lembaga negara di pusat dan daerah. Berdasarkan prinsip bahwa keanggotaan partai politik terbuka bagi sernua warga negara, sehingga para anggotanya berasal dari berbagai unsur bangsa, maka partai politik dapat pula menjadi sarana integrasi nasional.

            Dengan menggunakan ideologi partai sebagai panduan penunjuk arah, para pengurus dan aktivis partai berupaya menampung dan mengagregasikan aspirasi anggota, simpatisan, dan rakyat pada umumnya menjadi alternatif kebijakan publik untuk diperjuangkan kedalam lembaga legislatif dan eksekutif. Karena itu ideologi suatu partai ataupun ideologi yang dianut politisi dapat diikat pada pola dan arah kebijakan yang diperjuangkannya dalam pembuatan APBN atau APBD, pada pernyataan politik yang dikemukakan untuk menanggapi persoalan yang dihadapi negara-bangsa, pada respon yang diberikan terhadap aspirasi yang diajukan oleh berbagai kelompok dalam masyarakat, pada pola dan arah peraturan perundang-undangan yang diperjuangkannya, dan pada sosok dan profile orang-orang yang diusulkan atau dipilihnya untuk menduduki berbagai jabatan kenegaraan di pusat dan daerah.

            Untuk memperjuangkan cita-cita partai dan aspirasi rakyat yang diagregasikan berdasarkan cita-cita partai itu, partai politik mencari dan mempertahankan kekuasaan di lembaga legislatif dan eksekutif melalui pemilihan umum dan cara lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Untuk mendukung hal ini, partai politlik melakukan kaderisasi dan rekrutmen politik pada satu pihak dan menggalang dukungan politik (suara) dan materil (dana dan sarana) dari anggota dan simpatisan.

Untuk mengorganisasi para warga negara yang menjadi anggotanya, untuk mencapai cita­-cita perjuangan partai, diperlukan sejumlah pengurus di berbagai tingkatan pemerintahan mulai dari ranting (desa/kelurahan), anak cabang (kecamatan), dan cabang sampai pada tingkat pusat. Karena posisi/jabatan pengurus yang tersedia terbatas sedangkan para anggota yang ingin menduduki jabatan itu sangat banyak, maka terjadilah persaingan dalam arena itu. Untuk mengisi jabatan dalam lembaga legislatif dan eksekutif, partai politik mempersiapkan para calon untuk ikut bersaing dalam pemilihan umum.

            Karena jumlah posisi yang diperebutkan sedikit, sedangkan kader partai yang ingin menjadi calon sangat banyak, maka terjadi pula konflik dalam partai. Kedua hal ini dan berbagai isu yang harus diputuskan oleh suatu partai menyebabkan konflik tidak dapat dihindarkan. Sudah barang tentu yang dimaksudkan dengan konflik di sini dalam arti luas mulai dari perbedaan pendapat, perdebatan, dan persaingan sampai pada pertentangan kepentingan yang tidak berupa bentrokan fisik ataupun hujat-menghujat. Kesadaran bahwa partai politik merupakan lembaga konflik inilah yang tampaknya belum muncul sehingga pengurus partai politik tidak mengantisipasi hal itu dengan mekanisme pengaturan dan penyelesaian konflik.

Fungsi agregasi kepentingan seperti inilah yang menempatkan partai politik untuk berperan menyelesaikan konflik. Selain sebagai lembaga konflik dan yang menyelesaikan konflik, partai politik juga bertindak sebagai peserta konflik, yaitu ketika bersaing dengan partai politik lain dalam pemilihan umum ataupun ketika masing-masing fraksi sebagai alat partai melalui anggotanya di lembaga legislatif melaksanakan fungsi legislasi, anggaran, pengawasan, dan memilih atau mengajukan persetujuan terhadap satu atau lebih orang untuk menduduki jabatan public.

  • Sejarah Partai Politik di Indonesia
Pada tahun 1939 di Hindia Belanda telah terdapat beberapa fraksi dalam volksraad yaitu Fraksi Nasional, Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi-Putera, dan Indonesische Nationale Groep. Sedangkan di luar volksraad ada usaha untuk mengadakan gabungan dari Partai-Partai Politik dan menjadikannya semacam dewan perwakilan nasional yang disebut Komite Rakyat Indonesia (K.R.I). Di dalam K.R.I terdapat Gabungan Politik Indonesia (GAPI), Majelisul Islami A'laa Indonesia (MIAI) dan Majelis Rakyat Indonesia (MRI). Fraksi-fraksi tersebut di atas adalah merupakan partai politik - partai politik yang pertama kali terbentuk di Indonesia.
Selama Jepang berkuasa di Indonesia, kegiatan Partai Politik dilarang, kecuali untuk golongan Islam yang membentuk Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI). Setelah merdeka, Indonesia menganut sistem Multi Partai sehingga terbentuk banyak sekali PArtai Politik. Memasuki masa Orde Baru (1965 - 1998), Partai Politik di Indonesia hanya berjumlah 3 partai yaitu Partai Persatuan Pembangunan, Golongan Karya, dan Partai Demokrasi Indonesia. Di masa Reformasi, Indonesia kembali menganut sistem multi partai.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Partai Politik di Indonesia sejak masa merdeka adalah:
§   Maklumat X Wakil Presiden Muhammad Hatta (1955)
§   Undang-Undang Nomor 7 Pnps Tahun 1959 tentang Syarat-Syarat dan Penyederhanaan Kepartaian
§   Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1960 tentang Pengakuan, Pengawasan, dan Pembubaran Partai-Partai
§   Undang-Undang Nomor 3 tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya
§   Undang-Undang Nomor 3 tahun 1985 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya
§   Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik
§   Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik
§   Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (berlaku saat ini)
  • Partai Politik di Indonesia.
Perkembangan partai politik di Indonesia dapat digolongkan dalam beberapa periode perkembangan, dengan setiap kurun waktu mempunyai ciri dan tujuan masing-masing, yaitu : Masa penjajahan Belanda, Masa pedudukan Jepang dan masa merdeka.
§   Masa penjajahan Belanda.
Masa ini disebut sebagai periode pertama lahirnya partai politik di Indoneisa (waktu itu Hindia Belanda). Lahirnya partai menandai adanya kesadaran nasional. Pada masa itu semua organisasi baik yang bertujuan sosial seperti Budi Utomo dan Muhammadiyah, ataupun yang berazaskan politik agama dan sekuler seperti Serikat Islam, PNI dan Partai Katolik, ikut memainkan peranan dalam pergerakan nasional untuk Indonesia merdeka.
Kehadiran partai politik pada masa permulaan merupakan menifestasi kesadaran nasinal untuk mencapai kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Setelah didirikan Dewan Rakyat , gerakan ini oleh beberapa partai diteruskan di dalam badan ini. Pada tahun 1939 terdapat beberapa fraksi di dalam Dewan Rakat, yaitu Fraksi Nasional di bawah pimpinan M. Husni Thamin, PPBB (Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi Putera) di bawah pimpinan Prawoto dan Indonesische Nationale Groep di bawah pimpinan Muhammad Yamin.


Di luar dewan rakyat ada usaha untuk mengadakan gabungan partai politik dan menjadikannya semacam dewan perwakilan rakyat. Pada tahun 1939 dibentuk KRI (Komite Rakyat Indoneisa) yang terdiri dari GAPI (Gabungan Politik Indonesia) yang merupakan gabungan dari partai-partai yang beraliran nasional, MIAI (Majelis Islamil A”laa Indonesia) yang merupakan gabungan partai-partai yang beraliran Islam yang terbentuk tahun 1937, dan MRI (Majelis Rakyat Indonesia) yang merupakan gabungan organisasi buruh.
§     Masa pendudukan Jepang
Pada masa ini, semua kegiatan partai politik dilarang, hanya golongan Islam diberi kebebasan untuk membentuk partai Masyumi, yang lebih banyak bergerak di bidang sosial.
§  Masa Merdeka (mulai 1945)
Beberapa bulan setelah proklamsi kemerdekaan, terbuka kesempatan yang besar untuk mendirikan partai politik, sehingga bermunculanlah parti-partai politik Indonesia. Dengan demikian kita kembali kepada pola sistem banyak partai. Pemilu 1955 memunculkan 4 partai politik besar, yaitu : Masyumi, PNI, NU dan PKI. Masa tahun 1950 sampai 1959 ini sering disebut sebagai masa kejayaan partai politik, karena partai politik memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara melalui sistem parlementer. Sistem banyak partai ternyata tidak dapat berjalan baik. Partai politik tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, sehingga kabinet jatuh bangun dan tidak dapat melaksanakan program kerjanya. Sebagai akibatnya pembangunan tidak dapat berjaan dengan baik pula. Masa demokrasi parlementer diakhiri dengan Dekrit 5 Juli 1959, yang mewakili masa masa demokrasi terpimpin.
Pada masa demokrasi terpimpin ini peranan partai politik mulai dikurangi, sedangkan di pihak lain, peranan presiden sangat kuat. Partai politik pada saat ini dikenal dengan NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang diwakili oleh NU, PNI dan PKI. Pada masa Demokrasi Terpimpin ini nampak sekali bahwa PKI memainkan peranan bertambah kuat, terutama memalui G 30 S/PKI akhir September 1965).
Setelah itu Indonesia memasuki masa Orde Baru dan partai-partai dapat bergerak lebih leluasa dibanding dengan msa Demokrasi terpimpin. Suatu catatan pada masa ini adalah munculnya organisasi kekuatan politik bar yaitu Golongan Karya (Golkar). Pada pemilihan umum thun 1971, Golkar munculsebagai pemenang partai diikuti oleh 3 partai politik besar yaitu NU, Parmusi (Persatuan Muslim Indonesia) serta PNI.
Pada tahun 1973 terjadi penyederhanaan partai melalui fusi partai politik. Empat partai politik Islam, yaitu : NU, Parmusi, Partai Sarikat Islam dan Perti bergabung menjadi Partai Persatu Pembangunan (PPP). Lima partai lain yaitu PNI, Partai Kristen Indonesia, Parati Katolik, Partai Murba dan Partai IPKI (ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) bergabung menjadi Partai Demokrasi Indonesia. Maka pada tahun 1977 hanya terdapat 3 organisasi keuatan politik Indonesia dan terus berlangsung hinga pada pemilu 1997.
Setelah gelombang reformasi terjadi di Indonesia yang ditandai dengan tumbangnya rezim Suharto, maka pemilu dengan sistem multi partai ekmabli terjadi di Indonesia. Dan terus berlanjut hingga pemilu 2004 nanti.

B. Demokrasi
1.        Pengertian Demokrasi

Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.

o   Menurut Internasional Commision of Jurits

Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan oleh rakyar dimana kekuasaan tertinggi ditangan rakyat dan di jalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih dibawah sistem pemilihan yang bebas. Jadi, yang di utamakan dalam pemerintahan demokrasi adalah rakyat.

o   Menurut Lincoln

Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (government of the people, by the people, and for the people).

o   Menurut C.F Strong

Suatu sistem pemerintahan di mana mayoritas anggota dewasa dari masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang menjamin bahwa pemerintahan akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan kepada mayoritas itu.

2.        Prinsip-Prinsip Budaya Demokrasi
Pada hakikatnya demokrasi adalah Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Kerakyatan adalah kekuasaan tertinggi yang berada di tangan rakyat. Hikmah kebijaksanaan adalah penggunaan akal pikiran atau rasio yang sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa. Demokrasi merupakan suatu system pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat untuk rakyat (democracy is government of the people, by the people, for the people).
  • Prinsip-prinsip Demokrasi:
a. Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik.
b. Tingkat persamaan (kesetaraan) tertentu antara warga negara.
c. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh para warga negara.
d. Penghormatan terhadap supremasi hukum.

Prinsip demokrasi yang didasarkan pada konsep di atas (rule of law), antara lain sebagai berikut :
a. Tidak adanya kekuasaan yang sewenang-wenang;
b. Kedudukan yang sama dalam hukum;
c. Terjaminnya hak asasi manusia oleh undang-undang


  • Makna Budaya Demokrasi
Pertama kali demokrasi diterapkan di Yunani di kota Athena dengan demokrasi langsung, yaitu pemerintahan dimana seluruh rakyat secara bersama-sama diikutsertakan dalam menetapkan garis-garis besar kebijakan pemerintah negara baik dalam pelaksanaan maupun permasalahannya.
Tokoh-tokoh yang mempunyai andil besar dalam memperjuangkan demokrasi, antara lain sebagai berikut:
a. John Locke (Inggris)
            John Locke menganjurkan perlu adanya pembagian kekuasaan dalam pemerintahan negara, yaitu sebagai berikut:
1) Kekuasaan Legislatif yaitu kekuasaan pembuat undang-undang.
2) Kekuasaan Eksekutif yaitu kekuasaan melaksanakan undang-undang.
3) Kekuasaan Federatif yaitu kekuasaan untuk menetapkan perang dan damai, membuat  perjanjian (aliansi) dengan negara lain, atau membuat kebijaksanaan/perjanjian dengan semua orang atau badan luar negeri.

b. Montesquieu (Prancis)
            Kekuasaan negara dalam melaksanakan kedaulatan atas nama seluruh rakyat untuk menjamin, kepentingan rakyat harus terwujud dalam pemisahaan kekuasaan lembaga-lembaga negara, antara lain sebagai berikut:
1) Kekuasaan Legislatif yaitu kekuasaan pembuat undang-undang.
2) Kekuasaan Eksekutif yaitu kekuasaan melaksanakan undang-undang.
3) Kekuasaan Yudikatif yaitu kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang oleh badan peradilan.

c. Abraham Lincoln (Presiden Amerika Serikat)
            Menurut Abraham Lincoln “Democracy is government of the people, by people, by people, and for people”. Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
  • Permusyawaratan
Permusyawaratan adalah tata cara khas kepribadian Indonesia dalam merumuskan dan memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat sehingga mencapai mufakat. Isi pokok-pokok demokrasi Pancasila, antara lain sebagai berikut :
a. Pelaksanaan demokrasi harus berdasarkan Pancasila sesuai dengan yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat.
b. Demokrasi harus menghargai hak asasi manusia serta menjamin hak-hak minoritas.
c. Pelaksanaan kehidupan ketatanegaraan harus berdasarkan berdasarkan atas kelembagaan.
d. Demokrasi harus bersendikan pada hukum seperti dalam UUD 1945. Indonesia adalah negara hukum (rechstaat) bukan berdasarkan kekuasaan belaka (machstaat).

Demokrasi Pancasila juga mengajarkan prinsip-prinsip, antara lain sebagai berikut:
a. Persamaan
b. Keseimbangan hak dan kewajiban
c. Kebebasan yang bertanggung jawab
d. Musyawarah untuk mufakat.
e. Mewujudkan rasa keadilan sosial.
f. Mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan.
g. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.

Ada 11 prinsip yang diyakini sebagai kunci untuk memahami perkembangan demokrasi, antara lain sebagai berikut :
a. Pemerintahan berdasarkan konstitusi
b. Pemilu yang demokratis
c. Pemerintahan lokal (desentralisasi kekuasaan)
d. Pembuatan UU
e. Sistem peradilan yang independen
f. Kekuasaan lembaga kepresidenan

  • Penerapan Budaya Demokrasi Dalam Kehidupan Sehari-hari
ü  Di Lingkungan Keluarga
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan keluarga dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
- Kesediaan untuk menerima kehadiran sanak saudara;
- Menghargai pendapat anggota keluarga lainya;
- Terbuka terhadap suatu masalah yang dihadapi bersama.

ü  Di Lingkungan Masyarakat
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
- Bersedia mengakui kesalahan yang telah dibuatnya
- Kesediaan hidup bersama dengan warga masyarakat tanpa diskriminasi
- Menghormati pendapat orang lain yang berbeda dengannya
- Menyelesaikan masalah dengan mengutamakan kompromi
- Tidak terasa benar atau menang sendiri dalam berbicara dengan warga lain.

ü  Di Lingkungan Sekolah
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan sekolah dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
- Bersedia bergaul dengan teman sekolah tanpa membeda-bedakan;
- Menerima teman-teman yang berbeda latar belakang budaya, ras dan agama;
- Menghargai pendapat teman meskipun pendapat itu berbeda dengan kita;
- Mengutamakan musyawarah, membuat kesepakatan untuk menyelesaikan masalah;

ü  Di Lingkungan Kehidupan Bernegara
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan kehidupan bernegara dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
- Besedia menerima kesalahan atau kekalahan secara dewasa dan ikhlas
- Kesediaan para pemimpin untuk senantiasa mendengar dan menghargai pendapat warganya
- Memiliki rasa malu dan bertanggung jawab kepada publik
- Menghargai hak-hak kaum minoritas
- Menghargai perbedaan yang ada pada rakyat
- Mengutamakan musyawarah untuk kesepakatan berrsama untuk menyelesaikan masalah-masalah kenegaraan.
3. Pelaksanaan Demokrasi Di Indonesia
Dalam sejarah Negara Republik Indonesia, perkembangan demokrasi telah mengalami pasang surut. Masalah pokok yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah bagaimana meningkatkan kehidupan ekonomi dan membangun kehidupan social dan politik yang demokratis dalam masyarakat. Masalah ini berkisar pada penyusunan suatu system politik dengan kepemimpinan cukup kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonomi serta character and nation building dengan partisipasi rakyat sekaligus menihindarkan timbulnya dictator perorangan, partai atau militer.
o   Perkembangan demokrasi di Indonesia dibagi dalam 4 periode:
a)      periode 1945-1959 (Masa Demokrasi Parlementer)
Demokrasi parlementer menonjolkan peranan parlementer serta partai-partai. Akibatnya, persatuan yang digalang selama perjuangan melawan musuh bersama menjadi kendor dan tidak dapat dibina menjadi kekuatan konstruktif sesudah kemerdekaan.
b)      periode 1959-1965 (Masa Demokrasi Terpimpin)
Demokrasi terpimpin ini telah m,enyimpang dari demokrasi konstitusional dan lebih menampilkan beberapa aspek dari demokrasi rakyat. Masa ini ditandai dengan dominasi presiden, terbatasnya peran partai politik, perkembangan pengaruh komunis dan peran ABRI sebagai unsure social-politik semakin meluas.
c)      periode  1966-1998 (Masa Demokrasi Pancasila Era Orde Baru)
Demokrasi pancasila merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan system presidensial. Landasan formal periode ini adalah pancasila, UUD 1945 dan Tap MPRS/MPR dalam rangka untuk meluruskan kembali penyelewengan terhadap UUD 1945 yang terjadi di masa Demokrasi Terpimpin, dalam perkembangannya, peran presiden semakin dominant terhadap lembaga-lembaga Negara yang lain. Melihat praktek demokrasi pada masa ini, nama pancasila hanya digunakan sebagai legitimasi politik penguasa saat itu sebab kenyataannya yang dilaksanakan tidaka sesuai dengan nilai-nilai pancasila.

d)     periode 1999- sekarang (Masa Demokrasi Pancasila Era Reformasi)
Pada masa ini, peran partai politik kembali menonjol sehingga demokrasi dapat berkembang. Pelaksanaan demokrasi setelah Pemilu banyak kebijakan yang tidak mendasarkan pada kepentingan rakyat, melainkan lebih kea rah pembagian kekuasaan antara presiden dan partai politik dalam DPR. Dengan kata lain, model demokrasi era reformasi dewasa ini kurang mendasarkan pada keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia (walfare state)
o   Demokrasi Era Reformasi
Hampir seluruh warga di dunia mengklaim menjadi penganut paham demokrasi. Demokrasi dipraktekkan di seluruh dunia secara berbeda-beda dari satu Negara ke Negara lain. Dalam suatu Negara yang menganut system demokrasi, demokrasi harus berdasrkan pada suatu kedaulatan rakyat, artinya kekuasaan Negara itu dikelola oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat. Hakekat kekuasaan di tangan rakyat adalah menyangkut baik penyelenggaraan Negara maupun pemerintahan.Prinsip demokrasi dalam Negara Indonesia tercantum dalam suatu  Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang berbunyi:
Maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.”
Selain tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, prinsip demokrasi Indonesia juga tercantum dalam Pancasila sila keempat yang berbunyi:” Kerakyatan Yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.”
Dasar pelaksanaan demokrasi Indonesia secara eksplisit tercantum dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi:”Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD.” Selain itu, juga tercantum dalam Pasal UUD 1945 hasil amandemen dengan mewujudkan sisitempenentuan kekuasaan pemerintahan Negara secara langsung dalam memilih presiden dan wakil presiden Pasal 6A ayat (1).
System demokrasi dalam penyelenggaraan Negara Indonesia diwujudkan dalam penentuan kekuasaan Negara yaitu dengan menentukan dan memisahkan tentang kekuasaan eksekutif pasal 4-16, legislative Pasal 19-22 dan yudikatif Pasal 24 UUD 1945.
o   Struktur Pemerintahan Indonesia Berdasarkan UUD 1945:
ü  Demokrasi  Indonesia Sebagaiman Dijabarkan dalam UUD 1945
Secara filosofis, demokrasi Indonesia mendasarkan pada rakyat sebagai asal mula kekuasaan Negara dan sebagai tujuan kekuasaan Negara. Rakyat merupakan penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk social.
Unsur-unsur Sistem Pemerintahan yang demokratis:
-          keterlibatan warga Negara dalam pembuatan keputusan politik
-          tingkat persamaan tertentu diantara warga Negara
-          tingkat kebebasan/ kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai olaeh warga Negara
-          suatu system perwakilan
-          suaru system pemilihan kekuasaan mayoritas
Di dalam kehidupan kenegaraan dengan system demokrasi, ada Supra Struktur Politik dan Infra Struktur Politik sebagai komponen pendukung tegaknya demokrasi. Untuk Negara-negara tertentu masih ditemukan lembaga-lembaga Negara lain seperti Indonesia. Lembaga-lembaga Negara/ alat kelengkapan Negara :
-          Majelis Permusyawarakatan Rakyat
-          Dewan Perwakilan Rakyat
-          Presiden
-          Mahkamah agung
-          BadanPemeriksaKeuangan
Supra Struktur Politik meliputi:
Infra Struktur Politik meliputi:
-          Lembaga Legislatif
-          Lembaga Eksekutif
-          Lembaga Yudikatif
-     Partai Politik
-     Golongan
-     Golongan Penekan
-     Alat Komunikasi Politik
-     Tokoh- tokoh Politik

Dalam sistem kenegaraan, Supra Struktur Politik dan Infra Struktur Politik masing-masing saling mempengaruhi. Dalam sisitem demokrasi, mekanisme interaksi antara Supra Struktur Politik dapat dilihat dalam proses penentuan kebijaksanaan umum atau menetapkan keputusan politik. Keputusan politik itu merupakan input dari Infra Struktur Politik yang kemudian dijabarkan oleh Supra Struktur Politik.
ü  Penjabaran Demokrasi Menurut UUD 1945 dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia.
Hal ini dapat ditemukan dalam konsep demokrasi sebagaiman terdapat dalam UUd 1945 sebagai “Staatsfundamentalnorm” yaitu “….suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat…” (ayat 2). Selanjutnya, di dalam penjelasan UUD 1945 tentang sisitem pemerintahan Negara III dijelaskan “Kedaulatan rakyat….”


4.        Pemilu
Pemilu adalah suatu proses di mana para pemilih memilih orang-orang untuk mengisi
jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan yang disini beraneka-ragam, mulai dari
Presiden, wakil rakyat di pelbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada
konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti
ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih sering
digunakan.Sistem pemilu digunakan adalah asas luber dan jurdil. Dalam Pemilu, para
pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu
menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye
dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara. Setelah
pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan
oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan
disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.
o       Asas Pelaksanaan Pemilu
Waktu pelaksanaan, dan tujuan pemilihan diatur di dalam Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2)
UUD 1945, dan bukan di dalam Pasal 22E ayat (6) yang mengatur tentang ketentuan
pemberian delegasi pengaturan tentang pemilihan umum dengan undang-undang.
Asas Pemilu Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia. Karena itu, asas jujur dan adil ini
seharusnya dijunjung tinggi oleh aparat pemerintah, termasuk aparat Polri yang dalam
pemilu harus bertindak netral dan tidak memihak. Menurut Sebagian pendapat ''Penyimpangan terhadap asas ini yang dilakukan oleh aparat pemerintah termasuk aparat Polri akan mengakibatkan timbulnya keraguan masyarakat terhadap kemurnian hasil pemilu.''
Pelanggaran terhadap asas pemilu pada hakikatnya adalah penyimpangan yang lebih serius daripada penyimpangan administrative dan pidana. Pelanggaran ini bisa disebut sebagai pelanggaran pemilu. Karena itu, panwas merekomendasikan kepada Polri untuk menerima dengan baik hasil klarifikasi dan pengkajian kasus VCD yang dilakuan panwas. Selanjutnya mengambil tindakan yang tepat terhadap aparatnya yang melanggar asas pemilu.
o       Syarat-Syarat Pemilu
• Penyelenggaraan pemilu yang tidak memihak dan independen
• Tiingkat kompetitif dalam sebuah pemilu
• pemilu harus diselenggarakan secara berkala
• pemilu haruslah inklusif
• pemilih harus diberi keleluasaan untuk mempertimbangkan dan mendiskusikan
• alternatif pilihannya dalam suasana yang bebas, tidak dibawah tekanan, dan akses memperoleh     informasi yang luas

o       Tujuan Pemilu
Tujuan Pemilu Kita adalah mencoba membangun satu ruang komunikasi, antara
konstituen dengan para pemegang policy (termasuk di dalamnya, pihak Partai Politik,
Calon Legislatif dan Calon Presiden). Lebih spesifik, Pemilu Kita berusaha membangun
satu mekanisme, suatu cara, suatu prosedur yang memungkinkan konstituen untuk
berkomunikasi secara langsung dengan pemegang policy, yang dari mekanisme atau cara
tersebut, memberi konstituen alasan untuk memilih mereka.

­ C. Budaya Keterbukaan Dan Keadilan
1.      Pengerrian Keterbukaan Dan Keadilan

v  Menurut ARISTOTELES
    • Keadilan komutatif
keadilan yang berhubungan dengan persamaan yang diterima oleh setiap orang tanpa melihat jasa-jasa perseorangan.
    • Keadilan distributif
keadilan yang berhubungan dengan distribusi jasa dan kemakmuran menurut kerja dan kemampuannya.
    • Keadilan kodrat alam
keadilan yang bersumber pada hukum kodrat alam.
    • Keadilan konvensional
keadilan yang mengikat warga negara karena keadilan itu didekritkan melalui kekuasaan.
    • Keadilan perbaikan
jika seseorang telah berusaha memulihkan nama baik orang lain yang telah tercermar. Tindakan klarifikasi terhadap kesalahan yang telah dilakukan seseorang.

v  Menurut PLATO
    • Keadilan moral
yaitu keadilan yang mampu memberikan perlakuan seimbang dengan hak dan kewajibannya.
    • Keadilan prosedural
yaitu apabila perbuatan yang dilakukan sesuai tata cara atau prosedur yang ditentukan.


2.      Prinsip-Prinsip Good Govenance

ü  Prinsip Good Governance  menurut UNDP:

o  Partisipasi (Participation), yaitukeikutsertaan masyarakat dalam proses pembuatan keputusan, kebebasan berserikat dan berpendapat, berpartisipasi secara konstruktif.
o  Aturan Hukum (rule of law), hukum harus adil tanpa pandang bulu.
o  Tranparan (transparency) yaitu adanya kebebasan aliran informasi sehingga mudah diakses masyarakat.
o  Daya Tanggap (responsivenes) yaitu proses yang dilakukan setiap institusi diupayakan untuk melayani berbagai pihak (stakeholder).
o  Berorientasi Konsessus (Consensus Oriented) bertindak sebagai mediator bagi kepentingan yang berbeda untuk mencapai kesepakatan.
o  Berkeadilan (equity) memberikan kesempatan  yang sama baik pada laki maupun   perempuan dalamupaya meningkatkan danmemelihara kualitas hidupnya.
o  Efektifitas dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency) segala proses dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemamfaatan berbagai sumber yang tersedia dengan baik.
o  Akuntabilitas (Accountability) yaitupara pengambilkeputusan  baik pemerintah, swasta dan masyarakat madani harus bertanggung jawab pada publik.
o  Bervisi strategis (stratrgic Vision) para pemimpin dan masyarakat emiliki perspektif yang luas dan jangka panjang  dalam menyelenggaraan dan pembangunan dengan mempertimbangkan  aspek historis,kultur dan kompleksitas sosial.
o  Kesalingketerkaitan (Interrelated),adanya kebijakan yang saling memperkuat dan terkait (mutually reinforcing) dan tidak berdiri sendiri.

ü  Prinsip-prinsip good governance menurut Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) ada sembilan macam :

o  Partisipasi masyarakat,  semua warga masyarakat mempunyai hak suara dalam pengambilan keputusan, langsung atau tak langsung melalui lembaga perwakilan yang sah seperti DPR, DPD.
o  Tegaknya supremasi hukum, bersifat adil dan diberlakukan kepada setiap orang tanpa pandang bulu.
o  Keterbukaan, seluruh informasi mengenai proses pemerintahan dan mengenai lembaga-lembaga pemerintahan lainnya dapat diakses oleh pihak yang berkepentingan, informasi harus memadai agar dapat dipantau rakyat melalui media massa, tv, radio atau internet.
o  Peduli pada stakeholder, lembaga-lembaga dan proses pemerintahan berusaha melayani masyarakat tanpa diskriminasi.
o  Berorientasi pada konsensus, menjembatani kepentingan – kepentingan yang berbeda dalam kelompok masyarakatdemi keentinmgan masyarakat secara menyeluruh.
o  Kesetaraan, semua warga masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperbaiki dan mempertahankan kesejahteraan mereka.
o  Efektifitas dan efisiensi, proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga mampu menggunakan  sumber daya yang ada secara maksimal untuk kebutuhan masyarakat.
o  Akuntabilitas, para pengambil keputusan pemerintah, swasta, organisasi masyarakat bertanggung jawab kepada masyarakat ayau lembaga yang bersangkutan.
o  Visi Strategis, para pemimpin dan masyarakat memiliki:

§  Persfektif yang luas jauh kedepan mengenai tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia.
§  Kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan pemngembangan pemerintahan yang baik
§  Pemahaman atas kompleksitas sejarah, budaya dan sosial yang menjadi dasar persfektif kedepan tersebut.


3.      Dampak Penyelenggaraan Pemerintah Yang Tidak Transparan

Akibat yang secara langsung dari penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan adalah terjadinya korupsi politik yaitu penyalahgunaan jabatan publik untuk keuntungan pribadi atau kelompok.  Di mas orde baru koruosi politik hampir disemua tingkatan pemerinah, dari pemerintahan desa sampai tingkat pusat.  Negara kita saat itu termasuk salah satu negara terkorup di dunia.  Korupsi politik itu membawa akibat lanjutan yang luar biasa yaitu krisis multi deminsional di berbagai bidang kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya, pertahanan keamanan, krisis kepercayaan rakyat kepada pemerintah, krisis moral dipemerintahan.

o   Di bidang politik,
lembaga politik baik eksekutif, legislatif dan yudikatif tak berfungsi optimal.  Mereka sangat sedikit menghasilkan kebijakan yang berpihak untuk kepentingan umum.  Sering kali kebijakan itu sebagai proyek untuk memperkaya diri. Yudikatif sering memutuskan yang bertentangan rasa keadilan, sebab hukum bisa dibeli.

o   Di bidang Ekonomi, 
semua kegiatan ekonomi yang bersinggungan dengan birokrasi pemerintahan di warnai uang pelicin asehingga kegiatan ekonmi berbelit-belit dan mahal.  Invesrtor menjadi enggan berinvestasi karena banyak perizinan sehingga perekonomian tidak tumbuh maksimal.

o   Di bidang sosial, budaya dan agama,
terjadi pendewaan materi dan konsumtif.  Hidup diarahkan semarta untuk memperoleh kekayaan dan kenikmatan hidup tanpamemperdulikan moral dan etika agama seperti korupsi.

o   Di bidang pertahanan dan keagamaan,
terjadi ketertinggalan profesinalitas aparatyaitu tidak sesuai dengan tuntutan zaman sehingga aparat keamanan tidak mampu mencegah secara dini gejolak sosial dan gangguan keamanan.

4.      Cara Melakukan Kegiatan Positif Terhadap Keterbukaan

o   Apresiatif terhadap keterbukaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu upaya untuk memahami, menilai, dan menghargai keterbukaan dalamkehidupan berbangsa dan bernegara, seperti :

§  Berusaha mengetahui dan memahami hal yang mendasar atau elementer tentrang keterbukaan dan keadilan.
§  Aktif mencermati kebijakan dalam kehidupan bangsa dan negara.
§  Berusaha menilai perkembangan keterbukaan dan keadilan
§  Menghargai tindakan pemerintah atau pihak lain yang konsisten dengan prinsip keterbukaan
§  Mengajukan keritik terhadap  tindakan yang bertentangan dengan prinsip keterbukaan
§  Menumbuhkan danmempromosikan budaya keterbukaan dan transparansi mulai dari keluarga,   masyarakat dan lingkungan kerja.

o   Berpartisipasi dalam upaya peningkatan jaminan keadilan dari lembaga yang bertugas untuk menjamin keadilan dan prilaku positif masyarakat dalam upaya meningkatkan jaminan keadilan, seperti :

§  Mengetahui hal-hal yangnmendasar tentang keadilan
§  Mencermati fakta ketidakadilan dalam masyarakat dan kebijakan yang berkaitan dengan keadilan
§  Memantau kinerja lembaga yang bertugas memberikan keadilan
§  Menghargai tindakan berbagai pihak yang memperkuat jaminan keadilan
§  Mengajukan kritik terhadap tindakan yang tidak adil dan mencari solusi jaminan  keadilan
§  Membiasakan diri bertindak adil dari keluarga, masyarakat dan lingkungan kerja.